URGENSI PENGGOLONGAN NARAPIDANA DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Prisonisasi dan residivisme adalah dampak pemidanaan yang dihindari oleh
praktik pengakan hukum di negara mana pun. Sayangnya, over capacity yang
dihadapi banyak Lapas di Indonesia membuat proses penggolongan narapidana
di Lapas, yang diyakini mampu mengurangi prisonisasi dan residivisme, menjadi
terkendala. LAPAS Klas I Medan kerap dihadapkan dengan dilema penempatan
narapidana dengan latar belakang berbeda dalam program pembinaan yang sama
sebagai akibat dari over capacity serta keterbatasan sumber daya dan sumber
dana. Kondisi ini memunculkan urgensi terkait seberapa besar kebutuhan Lapas
Klas I Medan akan kegiatan penggolongan narapidana.
Penelitian ini menerapkan metode yuridis empiris dengan berbasis pada
perbandingan hukum. Data-data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
sesi wawancara dengan pihak manajemen Lapas Klas I Medan, sedangkan data
sekunder diperoleh dari berbagai dokumentasi melalui metode studi kepustakaan.
Penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa pemidanaan diselenggarakan
dengan pendekatan community-based corrections; penggolongan narapidana di
Lapas Klas I Medan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dan ancaman; serta
perbedaan tingkat pengawasan, lamanya masa pidana, dan over capacity adalah
elemen yang melahirkan urgensi penggolongan narapidana di Lapas Klas I
Medan. Berdasarkan hal itu, maka disarankan agar asas ultimum remedium selalu
diutamakan guna mengurangi populasi di dalam Lapas, penggolongan
narapidana untuk keperluan pembinaan seharusnya jangan dilakukan pada saat
narapidana mendekati tanggal ekstraksi agar mereka memiliki cukup waktu untuk
menyerap seluruh kegiatan pembinaan dan materi pelatihan kerja, serta penyatuan
pembinaan narapidana dengan latar belakang tindak pidana yang berbeda harus
dihindari meskipun dengan keterbatasn sumber daya dan sumber dana.