TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYITAAN BARANG BUKTI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Bahwa penyitaan barang bukti oleh jaksa penuntut umum adalah terjaminnya keadilan dan penegakan hukum yang transparan, pada kenyataannya masih ada terdapat hambatan dalam pelaksanaan penyitaan barang bukti dalam tindak pidana korupsi oleh jaksa penuntut umum karena wewenang penyidikan tindak pidana korupsi ada pada tiga penegak hukum yaitu KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder. Sifat penelitian ini bersifat deskriptif, Jenis Data yang digunakan adalah Data Sekunder, dan penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penyitaan Barang Bukti ada beberapa kategori yaitu Dalam keadaan biasa, Dalam Keadaan Perlu Dan Mendesak, Serta Saat Tertangkap Tangan.Dasar hukum penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Pasal 30 ayat (1) d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Terjadi Tumpang-Tindih Kewenangan Penyitaan Barang Bukti Oleh Jaksa Penuntut Umum, Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Tindak Pidana Korupsi. Ketiganya sama-sama memiliki dasar hukum. Hasil penelitian ini mendapatkan informasi bahwaPenyitaan Barang Bukti Tindak Pidana Korupsi Oleh Kejaksaan hanya dapat dilakukan pada pelaku yang bukan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, dan Menyangkut Kerugian Negara Dibawah Satu Milyar.